Perkembangan Dakwah Salafiyah Di Indonesia
PERKEMBANGAN DAKWAH SALAFIYAH DI INDONESIA
Oleh
Al-Ustadz Abdurrahman bin Abdul Karim At-Tamimi hafidhahullah
Setelah memuji Allah dan bershalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyampaikan makalahnya sebagai berikut :
Yang mulia, para Syaikh …..,
Yang mulia Syaikh kami Asy-Syaikh Salim bin Id al-Hilali Direktur Markaz Al Imam Al-Albani dan para anggotanya yang aktif serta kepada saudara-saudaraku yang hadir dari kalangan para ulama yang mulia, dan saudara-saudaraku para penuntut ilmu.
Saya mengucapkan penghormatan kepada anda sekalian dengan penghormatan Islami :
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Sungguh sangat menggembirakan dan membahagiakan diri saya karena dapat berdiri di tempat yang mulia ini dan pertemuan yang diberkahi ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membawa salam dari saudara-saudara anda, salafiyyin di Indonesia, sebagaimana hal ini wajib bagi diri saya sebagai wakil dari Ma’had kami, Ma’had Al Irsyad Al Islami beserta seluruh salafiyyin di Indonesia, agar saya berterima kasih kepada Markaz kita, Markaz Al Imam Al Albani, terutama kepada direkturnya Syaikhuna Asy Syaikh Salim bin Id Al Hilali hafidhahullah (semoga Allah menjaga beliau) yang telah memuliakan kami dengan mengundang kami untuk ikut serta pada Muktamar yang diberkahi ini, dan mengizinkan kami ikut andil dalam memberikan beberapa patah kata yang berjudul :
“Perkembangan Dakwah Salafiyyah Di Indonesia”
Dengan pertimbangan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Islam terbesar, ditinjau dari jumlah penduduknya yang beragama Islam.
Saya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Mulia lagi Maha tinggi agar Dia memberkahi kesungguhan beliau dan saudara-saudara beliau dalam meninggikan dakwah yang diberkahi ini, yang mana kita hidup dari kemuliaan dakwah ini. Dan kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mematikan kami diatas dakwah ini, dan agar Dia memberkahi Markaz Al Imam Al Abani ini yang darinya terpancar cahaya keimanan, ketentraman dan keamanan.
Mengawali ceramah ini saya katakan : “Tidaklah diketahui secara pasti awal mula masuknya agama Islam ke negeri Indonesia dan pulau-pulau disekitarnya.” Pendapat para ahli sejarah berbeda-beda tentang sejarah timur jauh . Dan yang paling mendekati kebenaran, bahwasanya awal mula masuknya agama Islam dan penyebarannya terjadi pada akhir abad pertama hijriyah, dengan perantaraan para pedagang Arab yang datang dari selatan semenanjung Arab[1]. Al Ustadz Arnold berkata : “Sesungguhnya Islam dibawa ke Asia tenggara oleh orang-orang Arab pada abad -abad pertama hijriyah.” Disebutkan dalam kitab “Nukhbatul Dahri” karya Syamsyuddin Ubaidillah Muhammad bin Tholib Ad Dimasyqi yang terkenal dengan julukan “Syaikhur Robwah” wafat pada tahun 727 H : “Sesungguhnya agama Islam sampai di jazirah Indonesia pada tahun 30 H.”
Seorang petualang asal Irak yang bernama Yunus Bahri berkata dalam buku hariannya, yang teksnya : “Pertama kali penguasa beragama Hindu dari kalangan kerajaan Pajajaran masuk Islam, dan keislamannya adalah pembuka era yang baru bagi tersebarnya agama Islam.”
Dan sejarah memberitakan kepada kita bahwasanya kerajaan Islam yang pertama, berdiri di Demak dengan dukungan para ulama yang bermadzhab Syafi’i.
Beberapa riwayat mengatakan sesungguhnya para penguasa pemerintahan di Demak adalah yang menghancurkan patung-patung dan membuangnya di tengah lautan.
Sungguh telah bersinar bintang kerajaan Demak pada tahun 1478 M hingga tahun 1546 M. Dan Demak (dahulu) adalah pusat bagi para penguasa Islam di Jawa. Dan bisa jadi tersebarnya madzhab Syafi’i di Indonesia dan Hadromaut memberikan kepada kita bukti yang pasti bahwa orang-orang yang membawa agama Islam ke Indonesia adalah para pedagang Hadromaut.
Adapun faktor-faktor yang membantu tersebarnya agama Islam dengan cepat di Indonesia dan pulau-pulau sekitarnya dapat diringkas dengan beberapa hal berikut ini :
- Mudahnya agama Islam, tidak terdapat hal-hal yang rumit bagi seseorang yang berkeinginan memeluk agama Islam.
- Jernihnya hati penduduk Indonesia dan fitrah mereka yang siap untuk memeluk agama Islam.
- Pernikahan yang terjadi antara orang-orang Arab dengan penduduk Indonesia.
- Akulturasi bangsa Arab dengan penduduk Indonesia dan pergaulan mereka dengan penduduk Indonesia seperti saudara sekandung.
Berlalulah tahun demi tahun, dan hubungan antara para pendatang dan penduduk Indonesia dalam keadaan semakin baik. Akulturasi penggabungan budaya) semakin bertambah mendalam pada awal-awal pertengahan kedua pada abad ke-20, dimana seorang Arab tidak datang dengan Istrinya ke Indonesia, namun Setiap pendatang menikah dengan penduduk setempat.
Dan sungguh hijrahnya orang-orang Arab dari selatan Arab ke Indonesia adalah termasuk hijrah yang terbesar jika dilihat dari jenisnya. Merupakan suatu keniscayaan, pendatang dari Hadromaut yang beragama Islam akan mendapatkan gangguan dan perlawanan dari penduduk Indonesia, terlebih lagi dari para penguasa dan pemuka mereka, namun hati penduduk Indonesia masih didominasi oleh keluguan dan bahkan bersikap loyal terhadap mereka. Mereka tidak melihat dari para pendatang Hadromaut sesuatu yang perlu diwaspadai dan mengeruhkan suasana.
Sebenarnya, orang-orang Hadromaut itu pada asalnya tidak datang ke negeri Indonesia untuk mendirikan sebuah negara atau menyebarkan agama. Tujuan yang paling utama bagi mereka adalah berdagang dan mencari rezki. Kemudian para pedagang itu dengan fitrah mereka yang sabar, keras, cerdas, rajin dan amanah dalam bermuamalah, jujur dalam berkata, mampu membuat jalan mereka di negeri yang jauh ini. Hingga pada suatu masa mereka mampu menguasai perdagangan dan mengokohkan markaz mereka dan “meluncur cepat” diantara para penduduk yang berbeda jenis, bahasa, agama, akhlak dan adat-istiadat dengan mereka.
Kemudian pemerintahan Belanda menyempitkan mereka, pemerintahan Belanda bersikap keras dalam penerapan hijrah atas orang-orang Hadromaut. Pemerintahan Belanda mengumpulkan mereka dalam suatu daerah khusus serta tidak memperbolehkan mereka berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya melainkan dengan izin khusus dan setelah susah payah memperolehnya. Sikap keras dan tekanan ini berjalan bertahun-tahun.
Pada tahun 1916 M, pemerintahan Belanda memberikan semacam kebebasan. Dan pada tahun 1919 M, pemerintah Belanda mencabut tekanan itu dan memberikan kebebasan bagi mereka berpindah dari satu kota ke kota lainnya, dari satu desa ke desa lainnya, dari satu pulau ke pulau lainnya tanpa ada kesulitan yang mereka jumpai dihadapan mereka[2].
Dengan berlalunya masa, rusaklah tauhid di negeri Indonesia ini, yang mana tauhid merupakan kekuatan dan pokok dakwah Islam, dan masuklah ke dalam Islam berbagai syubhat (kesamaran) dan kerusakan.
Kuburan-kuburan para wali didatangi orang-orang bodoh untuk berziarah kepadanya, para wanita bernazar untuknya, orang awam meyakini bahwasanya kuburan-kuburan itu mampu memberi manfaat dan memberi mudharat, thariqoh sufiyyah meliputi seluruh negeri, fanatisme madzhab telah mencapai puncaknya maka kebodohanpun merata, kegelapan menguasai, ditambah lagi kegelapan penjajahan Belanda – pada waktu itu – yang melemahkan negeri Indonesia dibawah belenggunya.
Akan tetapi Allah tidak menginginkan melainkan Dia sempurnakan cahaya-Nya. Allah memunculkan untuk negeri ini seorang lelaki shalih, seorang reformis yang datang dari negeri Sudan pada bulan Rabiul Awwal 1329, yang menyeru manusia kepada tauhid, memerangi kesyirikan, khurafat, bid’ah dan ta’ashub terhadap madzhab, beliau adalah Syaikh Ahmad bin Muhammad As Syurkati – rahimahullah – .
Dakwah beliau meliputi seluruh negeri, dan beliau telah mencetak kader yang menolong dan membantu dakwah beliau diseluruh jazirah Indonesia. Syaikh Ahmad Syurkati terpengaruh dengan dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab – rahimahullah – dan juga Syaikh Muhammad Rasyid Ridha – rahimahullah – beserta majalahnya “Al Manar”. Beliau mengarang , mengajar, dan membangun “Madrsasah Al-Irsyad” pada tahun 1914 M.
Akan tetapi musuh-musuh beliau dari kalangan pengikut thariqot Sufiyyah dan aliran bid’ah memerangi, memusuhi, dan menghalangi dakwah beliau. Namun hal itu tidak mengusik beliau, dan beliau terus berdakwah hingga Allah mewafatkan beliau pada tanggal 16 Ramadhan 1326, semoga Allah merahmati beliau seperti rahmat-Nya kepada orang- orang yang berbakti. Akan tetapi sebagai sebuah amanah ilmiyyah dan sebuah sejarah kami tidak mengatakan, bahwa dakwah Syaikh Ahmad Syurkati adalah dakwah salafiyyah yang murni, yang mana hal ini dikarenakan lemahnya penyebaran dan pondasi dakwah salafiyyah pada saat itu, hanya saja dakwah beliau telah mempersiapkan jalan untuk kepada dakwah salafiyyah yang murni, dimana pada pemikiran beliau terdapat sebagian hal-hal yang menyelisihi dan menyimpang dari aqidah salafiyyah, seperti pengingkaran beliau akan datangnya Al Mahdi, dan turunnya nabi Isa -alaihissalam – yang telah jelas kebenaran dalilnya dengan pasti dalam Al Qur’an dan sunnah nabi yang shahih. Akan tetapi kita tidak melupakan keutamaan beliau dan keutamaan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dan majalahnya “Al Manar” dalam pencerahan akal- akal kaum muslimin yang bodoh terhadap agama mereka dan memerangi bid’ah, kesyirikan dan sikap beliau berdua yang membuang fanatisme madzhab serta dakwah mereka (yang menyeru) untuk berpegang teguh kepada Al Qur’an dan sunnah yang shahih sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah.
Keadaan ini terus berlangsung demikian hingga penjajahan Belanda pergi dan membawa kekuasaannya dari negeri Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 M. Sesudah itu datanglah bibit- bibit penjajahan Belanda dari kalangan orang-orang sekuler dan atheis, yang mana mereka memerintah negeri ini dengan menyempitkan ruang gerak kebebasan beragama kaum muslimin, hingga sirnalah mendung dan pudar bala bencana dengan perginya pemerintahan Sukarno serta gagallah pemberontakan komunis di negeri ini pada tahun 1965 M, yang demikian ini merupakan karunia Allah semata, dan segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sempurnalah segala kebaikan.
Kemudian datanglah sesudah itu era kebebasan berdakwah, hanya saja yang sangat disayangkan bahwa dakwah salafiyyah sangat disayangkan tidak ikut serta di medan dakwah ini dikarenakan tidak adanya para dai salafiyyin yang mampu – kecuali mereka yang dirahmati Allah -. Hingga dibuka di Jakarta pada tahun 1401 H, bertepatan pada tahun 1981 M, Ma’had yang metodenya mengikuti Universitas Al Imam Muhammad bin Suud Al Islamiyyah di Riyadh, dan banyak penduduk negeri ini yang sekolah padanya, namun sangat disayangkan lulusan dari Ma’had ini tidak mengetahui banyak tentang hakekat manhaj salaf, kebanyakan mereka berakidah salafiyyah – sesuai dengan pelajaran yang diajarkan di negeri mereka- hanya saja manhaj mereka Ikhwani (berpemahaman ikhwanul muslimin) yang menyimpang, bahkan banyak diantara mereka – sesudah itu – bergabung dengan kelompok-kelompok (hizbiyyah) Islam di negeri ini, dan yang berada pada barisan terdepannya adalah partai keadilan “Al Ikhwani,” dan mereka menjadi pemimpin pada partai ini.
Negeri Indonesia belumlah lama mengenal dakwah salafiyyah yang murni dan benar, tidak lebih dari 10 tahun yang lalu melalui perantaraan sebagian putra-putra Indonesia yang lulus dari Universitas Islam Madinah, dan mereka terpengaruh dengan para ulama salafiyyin di Madinah sedangkan mereka itu sedikit. Pengaruh yang jelas dan penyebaran yang luas dakwah salafiyyah ini juga timbul dari penyebaran dan penerjemahan kitab-kitab salafiyyah ke dalam bahasa Indonesia dari para ulama salaf, baik yang lampau maupun ulama pada saat ini. Dari buku-buku itulah mereka mengenal manhaj salaf yang benar. Berada pada bagian yang terdepan dalam hal ini adalah kitab-kitab Syaikhuna Al Imam Sayyidul Muhadditsin (Pemimpin ahli hadits) zaman ini, Abu Abdurrahman Muhammad Nashiruddin Al Albani dan murid- murid beliau yang muhkhlis, kemudian buku-buku Al Allaamah Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Al Allaamah Al Imam ahli fikih zaman ini Syaikh Muhammad bin Shalih Al utsaimin. Sungguh kitab-kitab, karangan-karangan dan fatwa-fatwa mereka tersebar di seluruh jazirah Indonesia, dan penduduk negeri ini benar-benar mendapatkan manfaat darinya. Selain itu, demikian pula kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan murid beliau Al Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah dan kitab-kitab Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dan anak-anak beserta cucu-cucu beliau yang shalih. Dan dapat saya katakan bahwa kitab-kitab salafiyyah pada saat ini adalah kitab- kitab Islam terbesar yang tersebar di Indonesia – segala puji bagi Allah atas karunia-Nya.
Para da’i Salafiyyin menegakkan dakwah dengan semangat dan penuh kesungguhan, mereka berkeliling di Jazirah Indonesia, baik kota maupun desanya, dan mereka membangun sekolah-sekolah dan pondok pesantren salafiyyah di beberapa tempat sehingga tersebarlah dakwah salafiyyah sebagaimana menjalarnya api pada rumput kering. Manusiapun menerima dakwah yang murni dari sikap berlebih-lebihan bersikap ekstrim ini, dengan penerimaan yang baik.
Mereka (para da’i) salafiyyah ini tidak mencari kenikmatan dunia yang fana, tidak menginginkan kursi-kursi kekuasaan dan tidak pula bermain dalam hidangan politik, akan tetapi keinginan mereka adalah mendidik generasi dengan pendidikan Islam yang benar diatas dasar “tasfiyyah” (Pemurnian) dan “tarbiyah” (Pendidikan) yang memurnikan pemikiran-pemikiran yang mencemari agama yang lurus ini berupa bid’ah dan khurafat, dengan menumbuhkan, mendidik dan mengembalikan generasi ini sebagaimana generasi terbaik,karena tidak akan baik umat ini hingga mereka beragama sebagaimana generasi yang pertama. Tidaklah suatu kota, atau desa di Indonesia sekarang ini, melainkan padanya terdapat dakwah salafiyyah, sedikit atau banyak.
Namun dakwah salafiyyah ini menemui berbagai rintangan yang merintangi jalannya, dan demikianlah keadaan dakwah yang benar (senantiasa mendapat rintangan) dan demikian juga dakwah para rasul dan nabi. Penghalang terbesar yang muncul adalah dari kaum hizbiyyin (mereka yang fanatik pada kelompoknya) baik dari kalangan “Quthbiyyin” (mereka yang mengikuti pemahaman Sayyid Qutb) atau “Sururiyyin” (mereka yang mengikuti pemahaman Muhamad Surur) maupun “Takfiriyyin” (mereka yang dengan mudah mengkafirkan tanpa petunjuk ulama), demikian juga dari kalangan orang-orang sekuler, thoriqot suffiyyah dan aliran-aliran bid’ah lainnya.
Akan tetapi yang paling menyayat-nyayat jiwa kami adalah sebagian orang yang menisbatkan diri mereka kepada dakwah salafiyyah, akan tetapi hakikatnya mereka adalah orang-orang yang berbuat “ghuluw” (menyimpang dan berlebih-lebihan dalam agama) dan ekstrim, yang mana mereka memusuhi kami lantaran hasad dan dengki yang telah memakan hati mereka. Padahal mereka itu masih anak-anak yang masih ingusan lagi bodoh.
Sungguh mereka telah menjauhkan manusia dari dakwah salafiyyah yang haq ini, akibat perangai mereka yang buruk dan dakwah mereka yang kasar lagi jelek. Tidaklah seorang menyelisihi mereka, sekalipun itu dari teman-teman mereka sendiri, melainkan mereka membid’ahkannya dan mengucilkannya dari pergaulan dengan mereka….
Akan tetapi segala puji bagi Allah, kekuatan mereka hancur berkeping-keping sehingga hilang dan lenyaplah kekuatan mereka. Tersingkaplah keburukan mereka, permusuhan diantara mereka sendiri sangat sengit, mereka bercerai-berai, dan ini adalah pelajaran bagi orang yang mau mengambil pelajaran. Sesungguhnya Allah tidak akan memperbaiki perbuatan orang-orang yang merusak. Sekalipun mereka melakukan suatu perbuatan yang mereka inginkan untuk mengelabui manusia…dan sekalipun mereka merubah kulit-kulit (baju-baju) mereka untuk menjelekkan dan mengacaukan.. dan sekalipun mereka membaguskan penampilan mereka, untuk menyembunyikan kejelekan mereka.
Semua itu – dan selainnya – sekali-kali tidak akan ada kelangsungannya atau perbaikannya, sekali-kali tidak akan berjalan bersamanya amal kebenaran yang jelas, justru ia akan hilang dan meleleh serta tidak akan kembali[3].
Dan adalah, dengan diadakannya “Daurah Syariyyah tentang Aqidah dan Manhaj” oleh Ma’had kami, Ma’had Ali Al Irsyad Al Islami yang bekerjasama dengan Markaz yang mulia ini, mempunyai dampak positif yang nyata/produktif dalam menyebarkan dakwah Salafiyyah dan memahamkan aqidah yang benar kepada manusia, dan juga “manhaj” (metode) yang benar, serta berdakwah dengan hikmah dan cara yang baik, jauh dari sikap “ghuluw” (berlebih-lebihan) dan melampaui batas. Telah ikut serta dalam Daurah tersebut, para ulama yang mulia, mereka adalah :
- Yang Mulia Syaikhuna Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr
- Yang Mulia Syaikhuna Syaikh Salim bin Id Al Hilali
- Yang Mulia Syaikhuna Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi Al Atsari
- Yang Mulia Syaikhuna Syaikh Mashur bin Hasan Alu Salman
Mereka telah menyampaikan ceramah-ceramah, pelajaran-pelajaran, pertemuan-pertemuan yang bermanfaat sekali bagi para penuntut ilmu (semoga Allah membalas kebaikan bagi mereka) dan banyak manusia telah mendapatkan manfaat dari mereka. Daurah tersebut telah berlangsung selama tiga tahun (segala puji bagi Allah).
Inilah ringkasan bahasan yang singkat tentang perkembangan dakwah salafiyyah di Indonesia, yang saya menulisnya dengan tergesa-gesa, semoga saya diberi petunjuk padanya, dan segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya sempurnalah segala kebaikan.
Terakhir, saya mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi petunjuk kepada para syaikh-syaikh kami yang mulia, dan juga kepada para saudara-saudara kami yang mengadakan pertemuan ini, dan agar Dia meninggikan panji salafiyyin.
Allah-lah yang menolong dan kuasa atasnya.
Dan akhirnya kami ucapkan, alhamdulillahi rabbil alamin.
(Disampaikan tgl 13-15 Jumadil Akhir 1425 H/1-3 Juli 2004 M. di Markaz Al Imam Al Albani di Jordania)
[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah, Edisi 10/Th II/2004/1425H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad, Jl Sultan Iskandar Muda No 45 Surabaya]
______
Footnote
[1] Lihat kitab yang dikarang Arnold The Preaching of Islam hal 262 terbitan London 1913M
[2] Lihat kitab “Tarikhul Irsyad fi Indonesia”, oleh Ustadz Sholah Abdul Qadir Bakri hal 10-12
[3] Lihat tulisan Syaikhuna Abul Harits Ali bin Al Hasan Al Atsari di Majalah Al Ashalah edisi 32 hal. 10
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1128-perkembangan-dakwah-salafiyah-di-indonesia.html